PM Najib: Pembakaran Bendera Malaysia Bukan Sikap Pemerintah RI
Jakarta - Insiden tari pendet memicu protes di Indonesia belakangan ini. Bahkan bendera Malaysia tak luput dibakar oleh massa. Menanggapi hal ini, PM Najib Razak menilai bahwa pembakaran itu tidak menunjukkan sikap pemerintah Indonesia.
"Itu bukanlah sikap resmi pemerintah. Itu adalah aksi kelompok tertentu yang ingin melihat hubungan kami (Indonesia-Malaysia) menjadi sulit dan bermasalah," ujar Najib seperti dilansir media Malaysia The Star edisi Kamis (3/9/2009).
"Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan pada saya bahwa dia berharap hubungan yang hangat dan manis antara dua negara. Dia akan menelepon saya secara personal untuk membicarakan perkembangan dan apa yang terjadi belakangan ini di Indonesia dan di Malaysia," paparnya. SBY, ujar Najib, juga berniat berkunjung ke Malaysia Oktober mendatang.
Beberapa hari ini demo terjadi di perwakilan Malaysia di Indonsia. Isu yang dibawa macam-macam, termasuk klaim lagu kebangsaan Indonesia 'Negaraku' yang dijiplak dari lagu Indonesia 'Terang Bulan'.
Pada Minggu 29 September terjadi pembakaran miniatur bendera Malaysia oleh massa di Jl Diponegoro, Jakarta Pusat. Pada Selasa 1 September, 30 pemuda melempari Kedubes dengan telor dan mengibarkan bendera Indonesia di pintu gerbang. Pada Rabu 2 September, Konjen Malaysia di Medan dilempari 'disegel' dan dilempari tomat.
(nrl/rdf)
Deklarasi Gerakan 'Ganyang Malaysia'
Komunitas penyandang cacat mendeklarsikan gerakan 'Ganyang Malaysia' di Kantor PDIP lama, Jakarta, Minggu (30/8). Mereka menyatakan konfrontasi dengan Malaysia yang dinilai melecehkan kehormatan NKRI.
Dengan mengenakan ikat kepala merah, komunitas penyandang yang tergabung dalam Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) mendeklarasikan gerakan 'Ganyang Malaysia' di Kantor PDIP lama di Jl Diponegoro, Jakarta Pusat.
Aksi ini untuk mengingatkan pemerintah agar jangan takut dan harus tegas terhadap persoalan budaya dan penghinaaan terhadap lagu Indonesia Raya.
Mereka juga menggelar aksi dengan membakar bendera kertas Malaysia dan menusuk-nusuk kertas bergambar Presiden SBY.
PPI: Pers Jangan Bohong dan Provokasi Rakyat
Kuala Lumpur - Pers Indonesia agar tidak memprovokasi rakyat Indonesia dengan berita-berita yang tidak benar sama sekali. Berita-berita yang menanamkan kebencian terhadap Malaysia dengan berita bohong.
Himbauan tersebut disampaikan Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Malaysia Abdullah Abbas di Kuala Lumpur kepada detikcom, 2/9/2009.
Abbas mencontohkan berita bohong yang digunakan untuk provokasi rakyat Indonesia, misalnya, berita Malaysia yang mengklaim Tari Pendet dari Bali.
"Tidak betul Malaysia mengklaim Tari Pendet dalam film dokumenter Enigmatic Malaysia. Itu hanya kesalahan Discovery Channel yang meletakkan foto penari pendet dalam film promosi Enigmatic Malaysia," katanya.
Dijelaskan bahwa dalam enam film dokumenter itu tidak ada cerita mengenai tari Pendet Bali. "Bagaimana bisa pers Indonesia menuduh Malaysia mengklaim Tari Pendet sebagai kebudayaannya," tanya Abbas.
Menurut Abbas, dampak provokasi pers Indonesia itu telah menanam kebencian terhadap Malaysia. Berbagai upaya mahasiswa Indonesia untuk menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya langsung dicap sebagai pengkhianat.
Hal senada dikemukakan ketua I PPI, Rasul, mengenai provokasi pers Indonesia. "Sebagai contoh yang baru-baru ini diributkan oleh pers Indonesia mengenai polisi-polisi Malaysia memukuli TKI. Setelah ditelurusi ternyata tidak benar," katanya.
"Setelah ramai di milis PPI dan dicek mahasiswa itu ternyata film yang diambil dari Youtube. Itu warga Malaysia etnis China bukan TKI," jelas Rasul, mahasiswa Universitas Tun Abdurrahman (Unitar).
Ditambahkan bahwa dua bulan lalu pers Indonesia juga meributkan ada film yang menggambarkan polisi memukuli TKI di Sarawak. Setelah dicek ke KJRI Kuching, Sarawak, ternyata itu film lama. "Dan yang dipukuli itu juga ternyata warga Malaysia," tandas Rasul.
PPI Malaysia melalui ketua Abbas memohon agar pers Indonesia mengedepankan profesionalitas dan kode etik, tidak memprovokasi dan menanamkan kebencian terhadap Malaysia dengan berita-berita bohong.
"Perlu dipikirkan ada sekitar 15.000 mahasiswa Indonesia studi di Malaysia. Sekitar 1,2 juta TKI mencari nafkah di Malaysia dan sekitar 5.000 ekspatriat Indonesia cari makan di Malaysia. Belum lagi ratusan ribu warga Indonesia yang menjadi permanent residence di Malaysia," demikian Abbas.